Studi Kasongan dalam PIMNAS 2005

Detail Hasil Pencarian

Judul :
Masa Depan Perkembangan Industri Gerabah Kasongan bantul Yogyakarta Dalam Mendukung Program Pengentasan Masyarakat Miskin
Pengarang : Indah Yuliarti , Rina Herawti, Nugroho Dwi Priyohadi
Jurnal : Buletin Penalaran Mahasiswa 1996, II(2)
Tahun : 1996
Summary / Kata Kunci : ABSTRAK
Kemiskinan merupakan tantangan paling nyata bagi pembangunan pedesaan di Indonesia. Biro Statistik tahun 1993 menempatkan DIY pada posisi kedua setelah DKI Jakarta dalam hal indeks kesejahteraan. Hal tersebut oleh Marselinus Molo dan Faturochrnan dalam seminar bulanan di. Pusat Penelitian Kependudukan UGM (31 Maret 1994) dianggap cukup unik, karena dari hasil pemetaan tercatat 37,6% desa tertinggal Indonesia berada di wilayah DIY.
Inpres Desa Tertinggal (IDT) adalah salah satu program pemerintah yang mendapat tanggapan cukup positif dari masyarakat. Agaknya, usaha pengentasan kemiskinan dengan cara mengoptirnalkan pOtensi desa belum banyak dilakukan.
Di wilayah Bantul Yogyakarta, dikenal sebuah desa sentra industri kecil gerabah, yakni Desa Bangunjiwo, Dukuh Kajen, Blok Kasongan. Dulu, daerah ini terisolasi Sungai Bedog dan tanahnya tidak produktif untuk usaha di bidang pertanian karena jenis tanahnya merupakan kompleks litosol atau tanah lempung. Oleh karenanya, penduduk setempat memanfaatkan tanahnya untuk usaha membuat gerabah. Semula, jenis produksi gerabah berupa alat-alat untuk keperluan rumah tangga, seperti: pengaron, cobek, kuali, gentong, kendi, dan celengan. Dengan intervensi pihak luar, maka hasil-hasil produk gerabah Kasongan dapat berkembang pesat hingga mengangkat kesejahteraan keluarga.
Intervensi pihak luar ke Kasongan berupa: Opernakaian pot bunga dan jambangan oleh kelompok perangkai bunga yang membantu penyebaran infonnasi; 2)masulmya seniman yang memberi modifikasi bentuk hingga produk gerabah menjadi lebih bernilai seni dan bernilai jual tinggi; 3)Unit Pelayanan Teknis (UPT) Departemen Perindustrian melakukan pembinaan teknis pembuatan gerabah, pernakaian bahan baku dari luar daerah, membantu pemasaran dan rnanajemen, serta mencarikan bapak angkat dalam hal modal dan pemasaran.
Dengan bekal pengetahuan yang telah memadai, masyarakat Kasongan alchimya menjadi masyarakat yang lebih sejahtera dibandingkan dengan kondisinya dulu. Kasongan juga menjadi desa wisata dengan objek industri gerabah. Masyarakat tidak resah dengan keterbatasan lahan penyedia bahan baku, karena bahan baku dapat diperoleh dari luar desa (di daerah Godean, Sleman) dengan mutu lebih baik.
File : 9.pdf
Sitasi
(tidak ada sitasi)
Referensi
1. —-, Strategi Pengentasan Kemiskinan: Problema, 1993
2. Abdullah Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, 1987
3. Djojoprapto, Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan, 1993
4. Eric R Wolf, Petani. Suatu Tinjauan Antropologi, 1985
5. Ikaputra, Desa Wisata Kasongan. Suatu Hasil Studi Arsitektural, 1987
6. Jalaluddin Rachinat, Psikologi Komunikasi, 1991
7. James J Spillane, Ekonomi Pariwisata, 1987
8. Kanwil Perindustrian Bantul, Leaflet Pameran Pembangunan, 1993
9. M. Dawam Rahardjo, Transformasi Pertanian, Industrialisasi, dan Kesempatan Kerja, 1986
10. Marselinus Molo, Faturachman, Karakteristik Rumah Tangga Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta, 1994
11. Masri Singarimbun, Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, 1989
12. Nasikun, Redifinisi Kriteria Batas Ambang Kemiskinan Berwawasan, 1993
13. R.A. Razak, Industri Keramik, 1981
14. Robert Chambers, Pembangunan Pedesaan Mulai Dari Belakang, 1987
15. Syarif L. Alqadria, Pembahasan Masalah Kail bagi Si Miskin, 1993

About nugrohodpriyohadi

S1 Psikologi Industri, UGM Yogyakarta, Profesi Psikolog, UBAYA Surabaya, MSc Port Management Sweden; Psychology, HRD, Logistic, Tourism, Management, Maritime
This entry was posted in Sosial Humaniora. Bookmark the permalink.

Leave a comment